Kemarin saya nonton karya terbaru Marvel Studios, Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings. Film yang sungguh menghibur!
Shang-Chi mengisahkan drama keluarga, pahitnya kehilangan, dan proses anak menuju kedewasaan. New kids on the block seperti Simu Liu dan Awkwafina beradu peran dengan nama-nama legendaris seperti Tony Leung dan Michelle Yeoh. Hasilnya adalah film asal-muasal yang bikin saya betah duduk selama 132 menit.
Saya lumayan kaget dengan koreografi aksi di film ini. Dipadu gerakan kamera serba cepat, tiap adegan berantem mengingatkan saya pada film aksi klasik Hong Kong. Saya bahkan pengen bertepuk tangan saat di layar muncul salah satu ciri khasnya, yaitu berantem di scaffolding bambu yang melekati dinding luar gedung bertingkat.
Dialog yang memadukan bahasa Inggris dan bahasa Mandarin, ditambah original soundtrack dari DJ Snake, Niki, dan Rich Brian, mengingatkan saya akan betapa film ini representasi Asian American di Hollywood.
Duet antara Shang-Chi (Simu Liu) dan Katy (Awkwafina) tampak solid. Sayangnya, dialog komedi kurang banyak. Atau mungkin harapan saya ketinggian gara-gara ada Awkwafina yang mestinya bisa lebih melawak. Tapi, chemistry mereka berdua cukup oke. Cukup untuk bikin saya pengen nonton lagi performa mereka berdua baik di film lain maupun di sekuel Shang-Chi.
Yang saya paling suka adalah sosok antagonis, Wenwu, yang terasa tiga dimensional. Saya bahkan bisa berempati pada motifnya. Tentu saja akting Tony Leung mendukung. Luar biasa memukau dan begitu enteng sepanjang film.
7/10 bakal nonton lagi nanti pas tayang di Disney+
Ssttt, bakal ada 2 post-credit ending. Jangan pulang dulu ya sebelum Anda nonton keduanya.
Satu pemikiran pada “Review: Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings”