Beberapa hari silam, web/app developer sekaligus blogger idola Arie Mochamad Prasetyo menggelar survei di Twitter dan Facebook, menanyakan berapa banyak buku yang tuntas dibaca sepanjang tahun 2016. Hasilnya…
… mengenaskan. Dari 189 responden di Twitter, 24 persen menuntaskan 0 buku. Dalam setahun!
Survey cepat: Ada berapa banyak judul buku yang kamu baca hingga tuntas di 2016?
— AMP (@arisetyo) December 12, 2016
Andai saya nggak ngomel September lalu, mungkin suami juga termasuk dalam kelompok mayoritas responden, yang baca cuma 1-5 buku setahun. Setelah diomeli, barulah dia rajin baca buku, bahkan sanggup menandaskan 12 buku dalam 3 bulan. Apa rahasianya?
Pertama, saya sampaikan dulu kerangka berpikir saya. Saya yakin, baca buku berbeda dengan baca majalah, artikel blog, apalagi kultwit. Layaknya tubuh, otak pun butuh makan. Kalaupun semua bacaan yang kita pilih berkualitas, artikel blog, majalah, dan opini orang lain yang bertebaran di media sosial ibarat jajanan pasar dan gorengan, sementara buku ibarat menu komplet 4 sehat 5 sempurna. Iya, gorengan memang gurih. Tapi, kalau kebanyakan dan nggak diimbangi sayuran dan buah, tubuh kekurangan nutrisi yang menjadi haknya. Begitu pula otak, berhak dan butuh mendapatkan nutrisi dari buku.
Penulisan buku nonfiksi yang bagus biasanya mengikuti kaidah penulisan tertentu, mulai dari akar masalah, kajian teori atau pengetahuan yang sudah ada, ide-ide penulis yang mendukung atau melawan teori tersebut, hingga bukti-bukti yang mendukung ide-ide tersebut. Mirip apa? Ya, skripsi. Bedanya cuma soal diksi dan presentasi.
Buku fiksi yang bagus bisa menggairahkan daya imajinasi. Dan imajinasi itu penting walaupun Anda bukan pekerja bidang kreatif. Dengan imajinasi, Anda bisa mereka ulang dalam benak masa lalu maupun masa depan. Juga bisa melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda dari biasanya.
Singkat kata, makin banyak buku yang Anda baca, makin pintar dan memikat diri Anda. Kalau Anda jomblo kronis, coba saja lebih rajin baca buku. Siapa tahu jadi lebih ganteng/cantik dan lebih mudah menemukan jodoh.
Nah, gimana cara membentuk minat dan kebiasaan baca buku?
Charles Duhigg lewat The Power of Habit berargumen, kebiasaan baru bisa dibentuk dengan mengikuti formula berikut:

Berdasarkan pengalaman saya, saat menerapkan teori Duhigg itu, ada 2 strategi yang perlu dipikirkan, yaitu:
- Lenyapkan segala rintangan. Catat alasan Anda selama ini nggak rajin baca buku, lalu pikirkan cara agar alasan itu bukan lagi alasan.
- Siapkan antisipasi “kecelakaan”. Teknik “jika-maka” sangat berguna. Misalnya, jika saya lalai baca buku siang ini, maka saya gantikan nonton TV dengan baca buku malam nanti.
Keduanya mengejawantah dalam trik-trik berikut:
Sadari bahwa baca buku adalah hak dan kebutuhan setiap manusia beradab.
Proses belajar manusia tidak berhenti sejak lulus kuliah, melainkan ketika napas berakhir. Apa pun profesi Anda, termasuk ibu rumah tangga sekalipun, Anda berhak dan butuh baca buku.
Rutinitas lebih penting dari kuantitas.
Saat menetapkan target baca buku, sebaiknya Anda mengejar baca tiap hari atau baca 1 jam sehari alih-alih baca 1 buku sebulan. Tenang, makin sering baca, kecepatan baca meningkat kok. Asalkan konsistensi terjaga, mestinya jumlah buku yang tuntas dibaca tiap tahun juga meningkat.
Pilih buku yang Anda minati saja (untuk awalnya).
Nggak usah terlalu memikirkan omongan orang lain. Bodo amat kalau Anda suka buku cerita anak-anak, fiksi sejarah, young adult, atau nonfiksi. Baca semua yang Anda ingin baca.
Memang, ada saja orang yang hidupnya kurang ribet nyinyir menilai bacaan orang lain. Saya pun masih melakukannya, apalagi ke buku-buku yang bisa bikin gatal-gatal sekujur badan. Yang penting kan minat baca ditingkatkan dulu. Nantinya, bisa saja Anda tertarik baca genre di luar yang biasa Anda baca. Semoga mau juga baca Harry Potter selain Twilight ya.
Bawa buku ke mana-mana.
Ini trik ampuh dari suami. Dengan meletakkan 1 buku dalam ransel, dia bisa baca saat antre di bank, menunggu saya, berada dalam angkot ngetem. Malah, inilah yang membuatnya bisa menandaskan lebih banyak buku daripada saya dalam 3 bulan terakhir. Padahal, kecepatan baca saya jauh lebih tinggi. Hiks.
Pertimbangkan e-book reader.
Terkait trik membawa buku ke mana-mana, akan lebih mudah lagi kalau Anda punya e-book reader. Saya rekomendasikan Kindle Paperwhite. Cari saja yang disertai iklan agar lebih murah. Toh, iklannya cuma menawarkan buku dan sama sekali nggak mengganggu.
Alternatifnya, Google Play Books atau aplikasi e-reader lainnya bisa dipasang dalam HP. Tapi, pikirkan strategi antisipasi agar sesi baca tidak terganggu notifikasi dari aplikasi-aplikasi lainnya.
Pertimbangkan audio book.
Sambil lari atau menyeterika pakaian, mendengarkan audio book bisa juga jadi alternatif yang menyenangkan.
Luangkan waktu luang untuk baca buku alih-alih media sosial.
Walau belum ada penelitian yang membuktikan korelasinya, saya curiga perkembangan media sosial adalah salah satu biang kerok turunnya minat baca. Minimal bagi saya, itu benar. Lebih mudah ambil HP lalu mengintip Twitter, Facebook, Instagram, Path, dll daripada ambil buku. Akhirnya, saya akali dengan membagi waktu luang. Sambil makan siang, saya boleh baca media sosial. Sebelum tidur, wajib baca buku.
Cari buku murah atau gratis.
Ada banyak cara kreatif untuk mendapatkan buku gratis, apalagi murah. Misalnya:
- Cari e-book gratisan di toko buku seperti Google Play Books, atau situs-situs arsip e-book seperti Project Gutenberg dan Open Library. Kalau Anda cari lewat Google “how to find free ebooks”, bakal ketemu lebih banyak lagi kok.
- Tukar buku dengan teman.
- Ikuti kuis berhadiah yang biasa digelar di Goodreads atau situs-situs komunitas penyuka buku lainnya.
- Toko Book Depository menawarkan gratis ongkir, sementara toko-toko lain seperti Amazon dan Periplus sering menggelar ajang diskon.
- Ikuti akun media sosial para penulis favorit. Kadang, mereka mempromosikan buku baru dengan menggelar kuis di media sosial.
- Cari perpustakaan atau rumah baca di kota Anda. Di Bandung ada Kineruku, toko buku yang membolehkan buku-bukunya dibaca di tempat, atau (sebagian) dibawa pulang beberapa hari.
Hindari bajakan.
Iya, bajakan memungkinkan Anda membaca lebih banyak buku. Tapi, bagi sebagian orang, termasuk saya, yang terlalu mudah didapat biasanya kurang dihargai. Ngapain punya ribuan e-book gratisan kalau nggak pernah dibaca?
Manfaatkan peer pressure.
Di Goodreads ada Reading Challenge tahunan. Anda bisa menetapkan jumlah buku yang Anda ingin baca dalam setahun, lalu berkompetisi dengan teman atau suami/istri/pacar agar lebih seru.
Anda juga bisa menerapkannya dalam skala lebih kecil di rumah, misalnya dengan mengajak suami/istri dan anak-anak untuk baca buku bareng-bareng tiap malam sehabis makan. Anak-anak bisa jadi peer pressure terbaik, apalagi kalau Anda mengucapkan janji/komitmen di depannya.
Kalau Anda punya perusahaan, atau berposisi manajer eksekutif di perusahaan, coba buat aturan baca 1 buku sebulan dan denda bagi yang tidak memenuhinya. Agate Studio menerapkannya, dan saya bersyukur sekali pernah kerja di sana!
Manfaatkan The Law of Mumpung.
Satu trik yang lumayan memotivasi saat saya perlu memaksa diri melakukan sesuatu: Pikiran, “Mumpung…” Mumpung mata masih kuat melihat, bacalah buku. Mumpung otak masih bisa mencerna tulisan, bacalah buku.
Nantinya, setelah minat baca bertambah, Anda akan naik kasta menjadi pembaca yang berwawasan terbuka, lalu pembaca yang kritis, lalu pembaca yang menulis, dan akhirnya terabadikan rekam jejak kehidupan sebagai manusia.
Menulis adalah untuk keabadian.
~ Pramoedya Ananta Toer
Foto kover oleh Dian Ara (Cangkir Kosong), all rights reserved.
(((I D O L A)))
eniwei ini daftar buku-buku yang gw sikat tahun ini https://www.goodreads.com/user/year_in_books/2016/1533225 #unabashedselfpromotion
SukaSuka
Pilihan bukunya mantap djaja gitu. #OmAriIdolaku!!!
SukaSuka
gw cuman 8an hahaha… gara2 banyak baca artikel ketimbang buku.. 😦
https://www.goodreads.com/user/year_in_books/2016/4788607
SukaSuka
Ya hayuk taon depan baca lebih banyak buku. Semangaaat…
SukaSuka