Saya Lega Saya Bipolar
Diagnosis dari psikiater akhirnya resmi. Saya memiliki kondisi kejiwaan yang disebut bipolar disorder. Jujur saja, saya lega.
Diagnosis dari psikiater akhirnya resmi. Saya memiliki kondisi kejiwaan yang disebut bipolar disorder. Jujur saja, saya lega.
Saya pernah menyesal terlahir sebagai manusia. Spesies paling arogan dan egois di muka bumi.
Beberapa hari silam, web/app developer sekaligus blogger idola Arie Mochamad Prasetyo menggelar survei di Twitter dan Facebook, menanyakan berapa banyak buku yang tuntas dibaca sepanjang tahun 2016. Hasilnya… Apa, hayo?
Akhirnya, misteri eksistensi sedotan Hydro Coco terjawab tuntas!
Beberapa bulan belakangan, kecanduan saya akan media sosial (medsos) makin parah. Sebagai bagian dari Generasi M(enunduk) yang baik dan benar, saya habiskan seharian dan semalam suntuk memelototi ponsel. Alhasil, bangun kesiangan, nggak sarapan, boro-boro olahraga. Belum lagi didera perasaan bersalah akibat nggak menyelesaikan tugas-tugas penting. Lalu, pada 25 Mei 2016 saya putuskan, puasa medsos sajalah!
Jumat kemaren di Twitter rame tagar #SejakMenikah. Salah satu pekicau, kayanya seorang suami, ngaku merasa bagai berada dalam penjara gegara tiap hari dijatah duit jajan oleh istrinya. Kakanda pernah juga diketawain temennya, yang lajang, begitu si temen tau dia dapet jatah jajan harian. Lah? Kakanda tampaknya bahagia dengan sistem pengelolaan keuangan yang saya terapkan. Tapi, kenapa jatah jajan itu terkesan seakan menyiksa suami?
Saya cukup gila soal pilihan merek pulpen dan notebook. Maklum, sejak kelas 6 SD saya sudah paham segala kelebihan dan kekurangan ballpoint, rollerball pen, dan gel pen. Sejak saat itu pula hati ini terjerat kecanggihan gel pen, dan tentu saja emoh balik ke era primitif bersama ballpoint.
Saya sedang ikut kuliah online di Coursera. Namanya Game Design: Art & Concept Specialization. Kuliah ini berlangsung sejak 15 September 2015 hingga akhir Januari 2016. Barusan saya kumpulkan PR (assignment) untuk minggu pertama: Paper Golf.
Setelah sembuh dari wabah flu yang melanda kantor, lalu berkutat dengan tumpukan kerjaan, akhirnya semalem saya dan kakanda punya sedikit waktu luang untuk nonton film di Blitz. Ada 2 judul yang saya incer: Inside Out (karya Pixar) dan Battle of Surabaya (karya anak bangsa bapak emaknya). Tapi, seperti biasa, pilihan akhir jatuh pada film apa pun yang jadwalnya cocok dengan jam berapa saya nyampe PVJ. Berhubung ternyata Blitz cuma nayangin Inside Out, ya udah, Inside Out.
Wiken kemarin, kakanda mengajak saya bikin automata. Saya belum pernah bikin sebelumnya, jemari saya nggak se-crafty kakanda, dan bahan-bahan yang dibutuhkan kurang kumplit. Dengan segala keterbatasan itu, eh kami berhasil dong!
Sejak lulus SMA dan bisa cari uang sendiri, terutama sepanjang masa freelancing, pengelolaan uang saya sederhana. Sesederhana hari ini invoice cair, besoknya nawar MacBook. Sesederhana siang dapet bonus, sorenya berangkat ke BEC untuk beli Nintendo 3DS. Nyatet arus kas tiap hari? Yaelah, gimana bayar kosan tiap bulan aja wallahualam.
Kemarin saya akhirnya berhasil mendefinisikan tugas utama game designer, profesi yang mulai saya geluti sejak Agustus 2014. Lanjutkan membaca Tugas Utama Game Designer